Siapa bilang bulan yang benar-benar berwarna biru tak ada?
Sejarah mencatat, bulan biru bukan hanya kiasan, tetapi kenyataan.
Dari pengamatan di Indonesia, bulan yang berwarna kebiruan pernah terjadi pada 9 Desember 1992. Fenomena itu terkait letusan Gunung Pinatubo di Filipina pada tahun yang sama.
Bulan yang kebiruan itu muncul bukan saat purnama, melainkan gerhana. Beberapa bagian bulan berwarna kebiruan, sementara lainnya tetap kemerahan.
Menurut penelitian Richard Keen dari University of Colorado di Amerika Serikat, partikel letusan yang menghamburkan cahaya Matahari yang dipantulkan Bulan memunculkan warna biru tersebut.
Laporan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) juga menunjukkan bahwa bulan yang kebiruan juga pernah terjadi beberapa saat setelah letusan Krakatau pada tahun 1883.
Bukan cuma saat gerhana, bulan pun berwarna kebiruan sepanjang waktu, apa pun fasenya. Hal itu terjadi karena partikel debu Krakatau yang menghamburkan cahaya.
Bulan Biru juga terjadi setelah letusan Gunung St Helen pada 1980, dan Gunung El Chicon di Meksiko pada 1983.
Terakhir, bulan berwarna kebiruan berhasil diabadikan oleh astronom amatir Ma'rudin Sudibyo lewat pengamatan dari Gombong, Jawa Tengah.
Fenomena bulan yang berwarna kebiruan itu terjadi saat gerhana bulan total pada 10 Desember 2011. Warna kebiruan terlihat lewat pengamatan teleskop pada fase totalitas.
Warna kebiruan terobservasi lewat pengamatan dengan dua teleskop yang berbeda, tetapi hanya terlihat di Gombong.
Setahun sebelum peristiwa itu, Merapi meletus secara dahsyat. Namun, Ma'rufin menduga bahwa warna kebiruan itu bukan dampak dari letusan gunung, melainkan karena hamburan ozon.
Fenomena bulan biru akan terjadi pada Jumat (31/7/2015) malam hari ini. Kali ini, bulan takkan berwarna biru seperti setelah letusan Krakatau ataupun Pinatubo.
Bulan biru yang terjadi pada malam ini berarti purnama kedua dalam bulan yang sama. Fenomena itu terjadi dalam periode 2,5 tahun sekali.
Setelah tahun ini, bulan biru seperti pada malam ini baru akan terjadi lagi pada tahun 2018. Jika enggan menunggu 2,5 tahun lagi.
Dari pengamatan di Indonesia, bulan yang berwarna kebiruan pernah terjadi pada 9 Desember 1992. Fenomena itu terkait letusan Gunung Pinatubo di Filipina pada tahun yang sama.
Bulan yang kebiruan itu muncul bukan saat purnama, melainkan gerhana. Beberapa bagian bulan berwarna kebiruan, sementara lainnya tetap kemerahan.
Menurut penelitian Richard Keen dari University of Colorado di Amerika Serikat, partikel letusan yang menghamburkan cahaya Matahari yang dipantulkan Bulan memunculkan warna biru tersebut.
Laporan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) juga menunjukkan bahwa bulan yang kebiruan juga pernah terjadi beberapa saat setelah letusan Krakatau pada tahun 1883.
Bukan cuma saat gerhana, bulan pun berwarna kebiruan sepanjang waktu, apa pun fasenya. Hal itu terjadi karena partikel debu Krakatau yang menghamburkan cahaya.
Bulan Biru juga terjadi setelah letusan Gunung St Helen pada 1980, dan Gunung El Chicon di Meksiko pada 1983.
Terakhir, bulan berwarna kebiruan berhasil diabadikan oleh astronom amatir Ma'rudin Sudibyo lewat pengamatan dari Gombong, Jawa Tengah.
Fenomena bulan yang berwarna kebiruan itu terjadi saat gerhana bulan total pada 10 Desember 2011. Warna kebiruan terlihat lewat pengamatan teleskop pada fase totalitas.
Warna kebiruan terobservasi lewat pengamatan dengan dua teleskop yang berbeda, tetapi hanya terlihat di Gombong.
Setahun sebelum peristiwa itu, Merapi meletus secara dahsyat. Namun, Ma'rufin menduga bahwa warna kebiruan itu bukan dampak dari letusan gunung, melainkan karena hamburan ozon.
Fenomena bulan biru akan terjadi pada Jumat (31/7/2015) malam hari ini. Kali ini, bulan takkan berwarna biru seperti setelah letusan Krakatau ataupun Pinatubo.
Bulan biru yang terjadi pada malam ini berarti purnama kedua dalam bulan yang sama. Fenomena itu terjadi dalam periode 2,5 tahun sekali.
Setelah tahun ini, bulan biru seperti pada malam ini baru akan terjadi lagi pada tahun 2018. Jika enggan menunggu 2,5 tahun lagi.